Selasa, 10 Januari 2012

Densitometri pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatifanalit-analit dengan kadar kecil, yang mana diperlu-kan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT*2'.
Untuk evaluasi bercak hasil KLTsecara densitometri, bercak di-scan-'ung dengan sumber sinar dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik panjangnya maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur de ngan sensor cahaya (fotosensor). Perbedaan antara signal optik daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang mengandung bercak dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama. Pengukuran densitometri dapat dibuat dengan absorbansi atau dengan fluoresensi0'. Kebanyakan pengukuran kromatogram lapis tipis dilakukan dengan cara absorbansi. Kisaran Ultraviolet rendah (di bawah 190 nm sampai 300 nm) merupakan daerah yang paling berguna01.
Karena adanya penghamburan sinaroleh partikel-partikel yang ada di lempeng, maka suatu persamaan matematis yang sederhana dan terdefinisi dengan baikyang menyatakan hubungan antara sinyal sinar dan banyaknya (konsentrasi) senyawa dalam tapisan tipis tidak pernah dijumpai. Sebagai akibatnya hubungan ini tidak bersifat linier. Meskipun demikian, karena saat ini tersedia perangkat lunak {software) ataupun integrator yang dapat menangani hubungan yang tidak linier, maka tidak diperlukan untuk melinierkan hubungan antara konsentrasi dan respon optis11'.
Untuk scanning dengan fluoresensi, intensitas sinar yang diukur berbanding langsung dengan banyaknya analit (senyawa) yang berfluoresensi. Pengukuran dengan fluoresensi lebih sensitifdibanding dengan pengukuran absorbansi, dan fungsi-fungsi kalibrasi seringkali linier pada kisaran konsentrasi yang agak luas. Karena alasan-alasan ini, senyawa-senyawa yang bersifat fluoresensi secara inhiren selalu di-scon dengan fluoresensi. Untuk senyawa-senyawa yang tidak berfluoresensi, maka seseorang dapat memperlakukan senyawa tersebut dengan cara mereaksikannya dengan reagen tertentu (jika reagen ada dan tersedia) hingga dihasilkan senyawa yang berfluoresensi.

Sumber :
Rohman, Abdul. 2009. Kromatigrafi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.

1 komentar: