Rabu, 04 Januari 2012

Parameter Validasi Dalam Kromatografi

Berikut akan dibahas parameter-parameter validasi metode analisis. 
1. Presisi (Kesalahan random)
Presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Konsep presisi diukur dengan simpangan baku. Presisi dapat dibagi lagi menjadi 2 atau 3 kategori. Komisi Eropa membagi presisi ke dalam keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan^eprodudb/V/fy)0-2'.
a. Keterulangan
Merupakan ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
Dua pilihan pengujian telah diizinkan penggunaannya oleh ICH untuk mengamati keterulangan, yaitu:
I.Suatu pengukuran sebanyak 9 kali (minimal) yang mencakup kisaran yang digunakan dalam proseduranalisis (misalkan dengan 3 konsentrasi yang berbeda pada kisaran konsentrasi; dengan masing-masing dilakukan replikasi sebanyak 3 kali), atau:
II.Suatu pengukuran sebanyak 6 kali (minimal) pada konsentrasi 100 % dari konsentrasi uji.
b. Presisi antara
Merupakan ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang salah satunya berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
Banyaknya presisi antara yang akan dilakukan tergan-tung pada keadaan yang mana suatu prosedur akan diperlu-as. Parameter-parameter yang diamati untuk presisi antara ini meliputi: variasi antar hari, variasi analis, dan variasi peralatan. Tergantung pada banyaknya studi, penggunaan desain perco baan seringkali didorong untuk dilakukan. Desain percobaan (experimental design) akan meminimalkan banyaknya per cobaan yang harus dilakukan. Perlu untuk dicatat bahwa ICH memperbolehkan untuk tidak melakukan presisi antara jika analis dapat membuktikan presisi dengan data reprodusibili-tas. Diharapkan pada presisi antara ini, variabilitasnya berada pada kisaran yang sama atau lebih kecil terhadap variabilitas keterulangan. Pada presisi antara ini, ICH juga merekomenda-sikan pelaporan data simpangan baku (SD), simpangan baku relatif (RSD atauCV), dan interval kepercayaan data.
c. Reprodusibilitas
Merupakan ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, mau-punwaktunya.
Reprodusibilitas mengukur presisi antar laboratorium sebagaimana dalam studi-studi kolaboratif atau studi uji banding antar laboratorium dan atau uji profisiensi. Parameter ini harus dipertimbangkan dalam standardisasi prosedur analisis (termasuk juga prosedur-prosedur dalam Farmakope dan transfer metode antar laboratorium yang berbeda).
Untuk melakukan uji reprodusibilitas ini, studi-studi yang sama harus dilakukan di laboratorium lain dengan menggunakan lot sampel homogen yang sama dan desain percobaan yang sama. Dalam kasus transfer (pemindahan) metode antar 2 laboratorium, pendekatan-pendekatan yang berbeda dapat dilakukan untuk suksesnya transfer prosedur analisis. Meskipun demikian, pendekatan yang paling umum adalah dengan transfer metode secara langsung dari laboratorium asal ke laboratorium penerima.
Laboratorium asal didefinisikan sebagai laboratorium yang mengembangkan dan memvalidasi prosedur analisis atau laboratorium yang telah disertifikasi lebih dahulu dalam prosedur analisis yang dimaksud dan akan berpartisipasi dalam studi transfer metode. Laboratorium penerima adalah laboratorium yang mana prosedur analisis dipindahkan ke laboratorium tersebut dan akan berpartisipasi dalam studi transfer metode. Dalam transfer langsung ini, sangat disarankan untuk menulis protokol eksperimental secara detail serta kriteria keberterimaannya (misalnya perbedaan rata-rata antar 2 laboratorium yang masih dapat diterima).
Dokumentasi Presisi
Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan baku relatif(RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan sebagaimana dipersyaratkan oleh ICH.
Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linieritas atau akurasi. Biasanya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak; sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15%.

2. Akurasi
Akurasi merupakan kedekatan antara nilai terukur (nilai rata-rata hasil analisis) dengan nilai yang diterima sebagai nilai sebenarnya, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, ataupun nilai rujukan. Nilai akurasi juga dapat dijadikan sebagai petunjuk kesalahan sistematik01.
Pada senyawa obat, metode yang umum untuk menentufcan akurasi adalah dengan melakukan prosedur analisis terhdap senyawa obat tersebut dan menganalisisnya secara kuantitatif lalu membandingkan hasilnya dengan senyawa standar rujukan dengan kemurnian yang sudah diketahui. Untuk produk obat, akurasi biasanya dilakukan dengan mengaplikasikan prosedur analisis terhadap campuran sintetik yang merupakan komponen-komponen produk obat atau suatu plasebo yang ditambah dengan zat aktif senyawa obat dengan tingkat kemurnian yang telah diketahui. Akurasi perolehan kembali yang umum untuk senyawa obat dalam suatu campuran adalah kurang lebih 98-102 %. Jika nilai akurasi perolehan kembalinya di luar kisaran ini, maka prosedur analisis harus dikaji ulang.
Tabel 6.3. menunjukkan daftar kisaran dan kisaran kriteria keberterimaan yang disarankan untuk digunakan ketika melakukan evaluasi akurasi selama validasi metode analisis.
3. Batas deteksi (limit of detection atau LOD)
Batas deteksi didefmisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesi-fik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Sebagai contoh, batas deteksi merupakan banyaknya sampel yang menunjukkan respon (S) 3 kali terhadap derau (N) atau LOD =. 3 S/N'1'.
4. Batas kuantifikasi (Limit of Quantification atau LOQ)
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan). Kadang-kadang rasio signal to noise 10: 1 digunakan untuk menentukan LOQ(Gambar6.3).

Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10:1 mempakan aturan umum, meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ merupakan suatu kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang lebih tinggi hams dilaporkan 
5. Spesifisitas
Spesifisitas suatu metode analisis adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel seperti adanya penganggu, prekursor sintetik, produk degradasi, dan komponen matriks. Dalam teknik pemisahan, daya pisah (resolusi) antara analit yang dituju dengan penganggu Eainnya harus>1,5'1'.
ICH membagi Spesifisitas dalam 2 kategori,yakni uji identifikasi dan uji kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, Spesifisitas ditunjukkan dengan kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang rnempunyai struktur molekul yang hampir sarna. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan pengukuran kadar, Spesifisitas ditunjukkan oleh daya pisah 2 senyawa yang berdekatan (sebagaimana dalam kromatografi). Senyawa-senyawa tersebut biasanya adaiah komponen utama atau komponen aktifdan atau suatu pengotor. Jika dalam suatu uji terdapat suatu pengotor (impurities) maka metode uji harus tidak terpengaruh dengan adanya pengotor ini11'.
Salah satu pendekatan praktek untuk menguji spesifisitas me tode analisis adalah dengan membandingkan hasil-hasil analisis yang diperoleh dari sampel yang mengandung pengotor (impuri ties) dengan sampel-sampel yang mengandung pengotor. Bias uji merupakan perbedaan hasil antara kedua uji. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa semua penganggu telah diketahui oleh analis dan tersedia untuk kajian spiking^.
Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan. Yang pertama (dan yang paling diharapkan), adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju > 2). Cara kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan menggunakan detektor selektif, terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama. Sebagai contoh, detektor elektrokimia atau detektor fluoresen hanya akan mendeteksi senyawa tertentu, sementara senyawa yang lainnya tidakterdeteksi. Penggunaan detektor UVpada panjang gelombang yang spesifikjuga merupakan cara yang efektif untuk melakukan pengukuranselektifitas.Deteksianalitsecaraselektifdengandetektor UV dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik derivatisasi dan dilanjutkan dengan pengukuran pada panjang gelombang tertentu yang spesifik terhadap derivat yang dihasilkan. Sebagai contoh adalah penggunaan senyawa 4-dimetilaminoazobenzen-4'-sulfonil klorida (DABS-CI) untuk menderivatisasi asam amino yang mana derivat yang terbentuk dapat dideteksi dengan UV pada panjang gelombang 436 nm*7''.
6. Linieritas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x).
Evaluasi linieritas paling baik dicirikan dengan metode uji kurva respon. Suatu alur yang menyatakan hubungan antara konsentrasi analit dengan responnya seringkali linier pada konsentrasi tertentu.
Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan [slope], intersep, dan koefisien korelasinya.
Kisaran konsentrasi
Kisaran konsentrasi yan digunakan untuk linieritas harus cukup luas untuk memenuhi kisaran metode yang diharapkan. Minimal 5 kisaran konsentrasi harus diarnati dan suatu plot an tara respon detektor dengan konsentrasi sampel harus dihasil-kan. Kisaran konsentrasi yang dipilih untuk uji linieritas haruslah mencakup kisaran analit yang akan dituju (misalkan kisarannya adalah: 50 %, 75 %, 100 %, 125 %, dan 150 % dari konsentrasi analit target). Ketika menggunakan kalibrasi titik tunggal, data linieritas regresi seharusnya tidak dipaksa melalui nol. Gambar 6.4. menunjukkan suatu perbandingan antara studi linieritas yang sesuai dan yang tidak sesuai.


Gambar 6.4. Contoh plot regresiyang tidak tepat (atas) dan yang tepat (bawah) untuk menentukan linieritas metode131.
Kriteria keberterimaan
Kriteria keberterimaan harus dievaluasi. Tabel 6.4. meringkas kriteria keberterimaan yang disarankan untuk digunakan dalam mengevaluasi linieritas metode
Kisaran
Menurut definisi ICH, kisaran suatu prosedur analisis adalah ' interval antara konsentrasi (jumlah) analit pada level atas dan pada level bawah dalam suatu sampel, yang mana dapat ditunjukkan bahwa prosedur analisis mempunyai level akurasi, presisi, dan linieritas yang sesuai (Gambar 6.5)

8. Kekasaran {Ruggedness)
Kekasaran {Ruggedness) merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di bawah kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi relatif (% RSD). Kondisi-kondisi ini meliputi laboratorium, analis, alat, reagen, dan waktu percobaan yang berbeda.
Kekasaran suatu metode mungkin tidak akan diketahui jika suatu metode dikembangkan pertama kali, akan tetapi kekasaran suatu metode akan kelihatan jika digunakan berulang kali. Suatu pengembangan metode yang bagus mensyaratkan suatu evaluasi yang sistematikterhadapfaktor-faktorpenting yang mempengaruhi kekasaran suatu metode.
Strategi untuk menentukan kekasaran suatu metode akan bervariasi tergantung pada kompleksitas metode dan waktu yang tersedia untuk melakukan validasi. Penentuan kekasaran metode dapat dibatasi oleh kondisi-kondisi percobaan yang kritis, misalkan pengecekan pengaruh kolom kromatografi yang berbeda (pabrik dan jenisnya sama) atau pengaruh-pengaruh operasionalisasi metode pada laboratorium yang berbeda. Dalam kasus seperti ini, semua faktor harus dijaga konstan seperti fase gerak dan reagen-reagen yang digunakan17'.
9. Ketahanan (Robutness)
Ketahanan merupakan kapasitas metode analisis untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan melakukan variasi parameter-pa rameter metode seperti: persentase pelarut organik, pH, kekuatan ionik, suhu, dan sebagainya. Suatu praktek yang baik untuk meng-evaluasi Ketahanan suatu metode adalah dengan memvariasi pa rameter-parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan. Sebagai contohjika suatu metode menggunakan asetonitril 36%-air sebagai fase gerak-
nya, maka seorang analis lalu memvariasi persentase asetonitrilnya menjadi misalkan 33, 36, dan 39% lalu melihat pengaruhnya pada waktu retensi analit yang diuji*7'.
10. Uji kesesuaian sistem dalam kromatografi
Setelah metode analisis dengan kromatografi divalidasi, keseluruhan uji kesesuaian sistem hams dilakukan secara rutin untuk menentukan bahwa sistem analisis beroperasi secara benar.

Sumber :
Rohman, Abdul. 2009. Kromatigrafi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar