Contoh protokol ini adalah pengujian senyawa obat dalam sediaan tablet dengan KCKT fase terbalik. Meskipun demikian, prinsip-prinsip umum dapat diaplikasikan untuk analisis yang lain dan metode yang lain, misalnya pengujian kemurnian suatu obat dengan KCKT, danjuga penentuan pengotor dalam jumlahsekelumit dengan KCKTatau dengan kromatografi gas*7'. Dalam protokol ini, akan diuraikan prosedur untuk menguji spesifisiras, akurasi, linieritas, presisi, kisaran, batas deteksi, batas kuantitasi, stabilitas, kekasaran, dan ketahanan.
Spesifisitas
1.Injeksikansampelyangmengandunganalitdansemuasenyawa-senyawa yang terkait dengan analit. Senyawa-senyawa ini juga meliputi kontaminan, reagen-reagen, prekursor sintetik, dan hasil-hasil degradasi yang paling mungkin ada dalam reaksi. Semua senyawa yang dipisahkan dari puncak analit harus mempunyai Resolusi(Rs) s
2.Injeksikan sampel dan bahan-bahan tambahan lain (misalkan yang digunakan dalam suatu sediaan tablet). Semua senyawa yang dipisahkan dari puncak analit harus mempunyai Resolusi (Rs)> 2.
3.Perlakukan bahan aktif/senyawa obat pada kondisi-kondisi berikut (supaya waktunya efisien) sehingga suatu obat akan terdegradasi 10-30 %:
a.HCIO,1 N(kondisiasam)
b.NaOH 0,1 N (kondisi basa)
c.Dipanaskan sampai 50°C
d.Disinari dengan lampu ultraviolet
e.Ditambah dengan larutan hidrogen peroksida 3%
Jika kondisi-kondisi perubahan berlangsung sangat ekstrim (degradasinya > 30%), maka faktor-faktor yang menyebabkan degradasi haeus diturunkan. Kondisi-kondisi ekstrim harus dihindari, kecuali jika senyawa tersebut akan diperlakukan pada keadaan ekstrim. Semua senyawa yang dipisahkan dari puncak analit harus mempunyai Resolusi (Rs) s 2.
a.sampel dimjeksikan kembali pada kromatografi yang berbeda (misalkan dengan KLT, KG, elektrofbresis, dan lain-lain)
b.Puncak dianaiisis dengau menggunakan teknik spectra yang lain (IR, MS, NMR,dan lain-lain) Tidak add bukti munculnya senyawa lain
5.Kumpulkan puncak analit senyawa obat dalam 3 bagian (awal, tengah, dan akhir) dan lakukan analisis lagi dengan KCKT. Tidak ada bukti munculnya (bentuk puncak) senyawa-senyawa tambahan.
6.Rubahlah kondisi-kondisi metode KCKT (person pelarut organik dalam fase terbalik, jenis pelarut, kemiringan gradien dalam elusi bergradien, suhu, kekuatan ionik dan atau bufer) dan lihatlah puncak-puncak tambahan yang terpisah dari puncak analit. Tidak ada bukti munculnya (bentuk puncak) senyawa-senyawa tambahan.
Akurasi
7.Ke dalam larutan matriks blanko suatu tablet (yang mengandung semua bahan tambahan kecuali senyawa obat) d\-spiking dengan senyawa obat pada level 50, 75,100, 125, dan 150 % dari target konsentrasi obat yang akan dianaiisis. Prosedur ini harus dilakukan paling tidak 3 kali menggunakan matriks blangko yang disiapkan secara terpisah dari senyawa obat dan lebih terpilih jika dilakukan dalam 2 hari atau lebih. Hasil analisis dengan KCKT harus dibandingkan dengan baku senyawa uji yang ditambahkan pada masing-maisng levef spiking.
Rata-rata perolehan kembali (recovery) analit harus antara 99 -101 % pada tiap level.
Linieritas
8.Karakteristik ini haruslah dievaluasi sebagai bagian dari studi akurasi di atas. Linieritas dapat diuji dengan menyiapkan larutan baku senyawa obat sendiri, lebih terpilih jika menggunakan fase geraknya sebagai pelarut pada kisaran konsentrasi analisis rutin. Suatu kisaran yang diperluas dapatjuga diuji (misalkan <50%dan> 150% dari target konsentrasi analit) jika diharapkan untukjenis analisis yang lain. Metode harus menunjukkan linieritas dalam kisaran yang diharapkan. Linieritas harus diukurdan dilaporkan sebagai suatu konstanta faktor respon pada kisaran pengukuran-pengukuran yang diharapkan.
Presisi: Pengulangan injeksi
9.Siapkan larutan baku senyawa obat (lebih terpilih dalam pelarut fase gerak). Injeksikan suatu sampel larutan baku paling sedikit 10 kali (lebih terpilih jika dilakukan injeksi lebih dari 10 kali, misalkan 30-40 kali). Hitunglah respon masing-masing injeksi dan hitunglah RSD-nya.
Nilai standar deviasi relatif(RSD) respon < 1,0 %.
Presisi: Pengulangan (antar pengujian)
10.Secara individual, siapkan larutan senyawa obat dengan konsentrasi yang berbeda-beda (lebih terpilih dalam pelarut fase gerak). Injeksikan masing-masing sampel 3 kali (lebih terpilih jika dilakukan injeksi lebih dari 10 kali,misalkan 30-40 kali). Hitunglah respon masing-masing injeksi dan hitunglah RSD-nya.
Nilai standar deviasi relatif (RSD) respon < 2,0 %.
Presisi: antara
11.Ujilah suatu sampel senyawa obat beberapa kali dalam kisaran waktu yang berbeda, paling tidak dalam beberapa hari (lebih terpilih dalam pelarut fase gerak). Uji juga larutan baku yang sesuai dan gunakanlahkondisipercobaan yang samaakantetapi analis, alat, dan lain-lain yang digunakan berbeda. Hitunglah nilai uji masing-masing sampel dan hitunglah presisinya.
Nilai standar deviasi relatif(RSD) harus ^2,0%.
Kisaran
12.Kisaran metode yang digunakan dapatditentukan dari uji akurasi, linieritas, dan presisi di atas. Kisaran harus mencakup semi/a level analisis rutin. Linieritas, akurasi, dan presisi harus sesuai dengan syarat-syarat yang disebut di atas untuk semua kisaran level.
BatasDeteksi
13.Dengan menggunakan larutan baku senyawa obat yang menghasilkan rasio5;gna/fono/se(S/N) paling sedikit30,lakukan pengenceran dan ukur dengan metode analisis, misalkan dengan KCKT. Lanjutkan pengenceran hingga diperoleh rasio S/N kurang lebih 3.
Batas kuantifikasi
14.Dengan menggunakan larutan baku senyawa obat yang menghasilkan rasio signal to noise (S/N) paling sedikit 30, lakukan pengenceran sampel dan buatlah pengukuran berlipat (paling sedikit 6 kali injeksi masing-masing larutan yang konsentrasinya berbeda) dengan metode analisis, misalkan dengan KCKT. Lanjutkan proses ini sampai salah satu keadaan berikut terjadi:
a.Rasio S/N kurang lebih 10.
b.Presisi (SD) terhitung untuk serangkaian 6 pengukuran ^ 3%.
Stabilitas
15.Stabilitas sampel. Siapkan larutan baku senyawa obat pada matriks tablet dan analisislah larutan yang sama beberapa kali. Jika hanya Stabilitas jangka pendek yang dikehendaki, maka analisis dilakukan dalam 1 hari. Stabilitas jangka panjang larutan sampel yang sama dapat ditentukan dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
Stabilitas sampel harus mencukupi untuk dilakukannya metode analisis secara rutin di bawah kondisi percobaan laboratohum yang normal.
16.Stabilitasreagen.Cekstabilitasreagen-reagenywgkfltisyang meliputi (tapi tidak hanya terbatas pada):
a.Pelarut-pelarut
b.Bufer-bufer
c.Tambahan-tambahan lainnya
Stabilitas reagen-reagen, pelarut-pelarut harus mencukupi untuk dilakukannya metode analisis secara rutin di bawah kondisi percobaan laboratorium yang normal.
Ruggedness (Kekasaran)
17.Dengan cara yang serupa dengan studi stabilitas, larutan baku senyawa obat dengan matriksnya harus dianalisis secara sis-tematis dengan memvariasi kondisi-kondisi operasional. Nilai terukur senyawa obat dan pengaruh-pengaruhnya pada aku-rasi, presisi, dan faktor-faktor pemisahan harus dicatat. Kondisi-kondisi yang diuji harus mencakup (tapi tidak hanya terbatas pada):
a.Operator-operator yang berbeda pada laboratorium yang sama
b.Alat-alat yang berbeda pada laboratorium yang sama c. Laboratorium-laboratorium yang berbeda d. Pengubahan sumber reagen dan pelarut e. Pengubahan kolom dengan yang baru (dengan jenis dan pabrik pembuat yang sama) Metode harus cukup kasar terkait dengan semua parameter kritis sehingga memungkinkan untuk digunakan analisis secara rutin.
Robustness (Ketahanan)
18.Rubahlah sedikit parameter-parameter pemisahan yang meli puti persentase pelarut organik (± 2 sampai 5 %), kemiringan gradien yang digunakan (dengan 2 sampai 5 %), suhu kolom (± 1 sampai 5°C), pH bufer (sampai ± 0,5 unit pH), kekuatan ionic bufer, konsentrasi bahan-bahan tambahan dalam larutan bufer dalam fase gerak. Kromatogram yang representatif harus disi-apkan untuk menunjukkan pengaruh-pengaruh variabel yang diukurdibandingkan dengan kondisi normal. Plotkan atau bu-atlah tabel hasil-hasil uji (faktor respon, nilai yang diukur, dan lain-lain). Metode harus cukup kuat terkait dengan semua parameter kritis sehingga memungkinkan untuk digunakan analisis secara rutin.
Sumber :
Rohman, Abdul. 2009. Kromatigrafi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar